
Marselina Nggadas atau biasa disapa Nene Mas, seorang tokoh masyarakat mewakili kaum perempuan sekaligus pemilik tanah di wilayah tersebut, menyampaikan aspirasinya dengan penuh emosi kepada Bupati Rote Ndao, Paulus Henuk, S.H. (Foto: Nemberalanews.com).
BO’A | Nemberalanews.com – Aksi demonstrasi warga Desa Bo’a yang menamakan dirinya Gerakan Masyarakat Pesisir (GEMAP) bersama para aktivis mahasiswa dari berbagai organisasi mencapai puncaknya pada Minggu, 12 Oktober 2025. Aksi massa ini berujung pada pemblokadean jalan masuk menuju PT. Bo’a Development dan Nihi Rote di Desa Bo’a, Kecamatan Rote Barat, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Aksi yang berlangsung sejak Kamis, 9 Oktober 2025, merupakan bentuk protes warga atas berbagai permasalahan yang belum terselesaikan dengan pihak perusahaan.
Pada Minggu (12/10/2025) sore, sekira pukul 16.54 WITA, dihadapan Bupati Rote Ndao Paulus Henuk SH, yang berkesempatan hadir di tengah-tengah massa aksi, tampilah sosok Marselina Nggadas, seorang tokoh masyarakat mewakili kaum perempuan sekaligus pemilik tanah di Desa Bo’a.
Marselina Nggadas menyampaikan aspirasinya dengan penuh emosi. Ia mengungkapkan kekecewaannya atas perlakuan perusahaan terhadap tanah miliknya. “Sebagai tuan tanah, saya tidak terima tanah kami dipakai seenaknya. Saya bayar pajak setiap tahun, saya mau tanya pemda bayar saya berapa? Selama tanah saya digunakan oleh pemda. Pemda saja dapat gaji dari uang pajak? Kita bayar pajak juga kalau kurang uang pemda menuntut sampai harus pas kita bayar, nah ingat itu. Bukan masalah orang jual tanah ke apa ke yang penting kasih kami jalan, tidak kasih kami jalan kami tidak buka jalan,” tegasnya berapi-api.
Baca Juga: Jalan Diblokade, Bupati Rote Ndao Temui Massa Aksi di Desa Bo’a
Marselina Nggadas juga menambahkan bahwa untuk memblokir jalan, dirinya mengeluarkan uang saku pribadinya untuk beli semen, pasir, batu lima rit. “Dan Pemda kalau mau buka (jalan.red) tolong bayar 1 triliyun baru buka jalan, jangan berkoar di belakang atau omong di belakang saya. Saya mati demi saya punya tanah, sampai titik darah terakhir saya tetap berdiri,” tegasnya.
Marselina juga menyoroti penutupan jalan yang berdampak pada penahanan Erasmus Frans Mandato yang dituding menyebar berita hoaks pada 24 Februari 2025 tentang penutupan jalan yang dilakukan oleh PT. Bo’a Development dan Nihi Rote pada akun media sosial Facebooknya.
“Jadi saya punya anak Mus Frans masuk penjara karena ini jalan, saya tuntut sampai Mus dikasih bebas, Mus itu bukan orang lain. Kalau kasih lolos Mus aman, tapi harus buka jalan yang diujung menuju pantai baru saya buka jalan ini,” imbuhnya.
Ia menambahkan bahwa warga Desa Bo’a hanya meminta jalan menuju Pantai Oemau kembali dibuka untuk seterusnya. “Kami masyarakat tidak boleh masuk, sementara mereka (perusahaan) merasa punya jalan dan kami dilarang,” ungkapnya
Marselina Nggadas juga menyampaikan kekecewaannya terhadap Bupati Paulus Henuk yang dianggap tidak berpihak pada kepentingan rakyat. “Pak Bupati itu maunya enak sendirikan?, Tolong dong, tolong!” ungkapnya dengan nada kecewa.
Aksi demonstrasi ini bukan hanya sekadar ungkapan kekecewaan, tetapi juga wujud solidaritas dan ketegasan masyarakat Bo’a dalam memperjuangkan hak-hak mereka.
Warga Desa Bo’a menuntut agar pihak perusahaan lebih memperhatikan kepentingan masyarakat lokal dan menyelesaikan permasalahan yang ada secara adil dan transparan. Warga Desa Bo’a berharap agar aksi demonstrasi ini dapat membuka mata pihak perusahaan dan pemerintah daerah untuk lebih peduli terhadap nasib mereka. Mereka menginginkan adanya perubahan yang nyata, di mana hak-hak mereka dihormati dan kesejahteraan mereka diperhatikan.(*)