
Ratusan warga Desa Bo'a, Kecamatan Rote Barat, Kabupaten Rote Ndao bersama mahasiswa Kota Kupang yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat untuk Keadilan melakukan aksi unjuk rasa menuntut dibukanya kembali akses jalan menuju kawasan wisata Pantai Oemau, yang ditutup oleh PT Bo'a Development, pengelola resor Nihi Rote. (Foto: Daniel Mauk)
BO’A | Nemberalanews.com – Ratusan warga masyarakat Desa Bo’a, Kecamatan Rote Barat, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, Kamis (9/10/2025) pagi pukul 10.30 wita melakukan aksi di depan salah satu pintu masuk kawasan resort Nihi Rote yang dikelola PT Bo’a Development.
Dalam aksinya tersebut, warga yang menamakan dirinya Gerakan Masyarakat Pesisir (GEMAP) bersama puluhan aktivis mahasiswa Kota Kupang yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat untuk Keadilan, mengawali aksi mereka dengan melakukan long march dari jalan desa menuju jalan ke Pantai Oemau yang ditutup oleh pihak PT Bo’a Development sejak beberapa bulan lalu.
Warga menuntut agar PT Bo’a Development mengembalikan jalan yang biasa digunakan warga untuk mengakses Pantai Oemau guna melakukan aktivitas keseharian mereka sebagai warga pesisir pantai.
Baca Juga: Diskursus Bo’a, Keadilan dan Hukum Harmoni di Tepi Samudra
Selain melakukan orasi ratusan warga dan mahasiswa ini juga mengecam aparat gabungan TNI dan Polri yang nampak melakukan kegiatan pengamanan di sekitar areal resor bintang 5 tersebut.
“Apa yang kami lakukan saat ini merupakan reaksi atas penutupan akses jalan menuju Pantai Oemau. Penutupan jalan yang dilakukan secara sepihak ini adalah wujud nyata dari ketidakadilan, dan kami masyarakat Bo’a tidak akan berhenti untuk memperjuangkan keadilan bagi seluruh masyarakat Desa Bo’a.” terang Ketua Umum Gerakan Masyarakat Pesisir (GMP), Hendra Hangge saat ditemui Nemberalanews.com disela-sela aksi.
Sementara Koordinator Lapangan (Korlap) aksi Kristian Tarhani dengan tegas menyampaikan beberapa tuntutan utama, “Tuntutan kami jelas dan tidak bisa ditawar lagi, yakni bebaskan Erasmus Frans Mandato dan buka akses jalan menuju Pantai Oemau, Bo’a oleh PT. Bo’a Development dan Nihi Rote,” tegasnya.
Tuntutan serupa juga disampaikan oleh warga Bo’a bernama Yanse B. Tasi (42), menurutnya tidak ada yang salah dengan apa yang disampaikan oleh Mus Frans. “Kami menuntut pembebasan segera Erasmus Frans Mandato, yang merupakan simbol perjuangan kebebasan berpendapat.
Yanse Tasi juga menyampaikan pesan penting kepada jajaran TNI dan Polri di Rote Ndao, agar aparat keamanan menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap masyarakat yang tengah menyuarakan aspirasi mereka. “Kebebasan berpendapat dan berekspresi adalah hak yang dilindungi oleh undang-undang, dan aparat seharusnya berperan sebagai pelindung, bukan justru menjadi penghalang bagi masyarakat”, terangnya.
Aksi yang berlangsung hingga pukul 13.00 WITA, tidak ada satu pun perwakilan dari PT. Bo’a Development yang bersedia menemui massa aksi, sehingga menimbulkan kekecewaan yang mendalam. Sebagai bentuk ekspresi kekecewaan, massa aksi akhirnya membakar ban mobil di depan pintu masuk PT. Bo’a Development dan Nihi Rote.(*)
Lawan jangan mau di tindas trus oleh pemerintah dan investor✊✊✊
hanya ada satu kata; LAWAN.. !!