
Harry Pandie, SH., M.H., kuasa hukum Erasmus Frans Mandato (Foto Istimewa).
NEMBERALA | Nemberalanews.com – Kuasa hukum Erasmus Frans Mandato, Harry Pandie, S.H., M.H., memberikan keterangan terkait proses hukum yang berjalan setelah penangguhan penahanan kliennya.
Dalam wawancara dengan Nemberalanews.com pada Sabtu (13/9/2025), Harri Pandie menyampaikan apresiasi atas dikabulkannya permohonan penangguhan penahanan oleh Kapolres Rote Ndao, AKBP Mardiono S.ST., M.K.P.
“Kami berterima kasih kepada Bapak Kapolres Rote Ndao atas kebijaksanaannya mengabulkan permohonan penangguhan yang telah kami ajukan sejak 1 September 2025. Keputusan ini sangat berarti, meskipun klien kami sempat menjalani penahanan selama satu minggu,” ujar Harry Pandie.
Baca Juga: Mahasiswa dan Masyarakat Desak Kapolres bertanggung Jawab
Selain itu, Harry Pandie juga menyampaikan terima kasih kepada masyarakat, keluarga, serta Aliansi Masyarakat untuk Keadilan bagi Erasmus Frans Mandato atas dukungan yang telah diberikan selama ini.
Sebagai informasi, Harry Pandie menjelaskan bahwa pihaknya telah mendaftarkan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Rote Ndao dengan nomor register perkara 1/PID.PRA/2025/PN.RNO. Sidang perdana gugatan ini dijadwalkan pada 22 September 2025.
“Melalui gugatan praperadilan ini, kami berharap Pengadilan Negeri Rote Ndao dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum terkait status hukum klien kami. Kami berharap pengadilan dapat menyatakan bahwa penetapan tersangka, penangkapan, dan penahanan terhadap Erasmus Frans Mandato tidak sah dan batal demi hukum,” tegas Harry Pandie.
Lebih lanjut, ia menjelaskan beberapa poin penting yang mendasari diajukannya gugatan praperadilan ini. Hal pertama adalah soal kualitas bukti, yang mana menurutnya bukti yang dimiliki penyidik tidak memenuhi standar kualitas pembuktian yang memadai dan tidak relevan dengan postingan yang menjadi permasalahan.
Kedua, kritik yang dilindungi oleh Undang-Undang, Harry Pandie berpendapat bahwa postingan kliennya merupakan bentuk kritik terhadap penutupan akses jalan desa menuju Pantai Wisata Boa, yang seharusnya dilindungi sebagai partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi sesuai Pasal 41 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001.
Ketiga, terkait persoalan lingkungan hidup. Fakta di lapangan menunjukkan adanya penutupan akses jalan menuju Pantai Oemau yang merupakan kawasan wisata Bo’a, dan ini merupakan merupakan lingkungan hidup.
“Oleh karena itu, kritik terhadap kebijakan ini seharusnya tidak dapat dipidanakan, sesuai dengan Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 yang melindungi hak setiap orang untuk memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.” ungkap Harry Pandie.
Keempat adalah delik materil dalam UU ITE, di mana Harry Pandie merujuk pada Putusan MK Nomor 115/PUU/MK/2024 yang menyatakan bahwa Pasal 28 ayat (3) UU ITE mengandung delik materil. “Nah, unsur “kerusuhan” dalam pasal ini harus diartikan sebagai kerusuhan fisik di masyarakat, bukan di ruang digital. Dalam kasus ini, tidak ada kerusuhan yang terjadi akibat postingan kliennya.” paparnya.
Harry Pandie berharap gugatan praperadilan ini dapat menjadi jalan untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum bagi Erasmus Frans Mandato.(*)