
Rudolf Frans Mandato, diatas Mobil Komando menyampaikan orasinya di depan Kantor Polres Rote Ndao, Demontrasi Jilid 4 (Foto Nemberalanews.com).
BA’A | Nemberalanews.com – Hari keempat aksi damai yang menuntut pembebasan Erasmus Frans Mandato di depan Mapolres Rote Ndao, Rudolf Frans Mandato, yang merupakan adik kandung dari Erasmus Frans Mandato (EFM), menyampaikan kekecewaan dan keprihatinannya atas perlakuan Polres Rote Ndao.
Rudolf Frans Mandato menceritakan kesulitan yang dialaminya dalam upaya mendapatkan penangguhan penahanan, serta mempertanyakan keadilan hukum yang dirasakannya tidak setara.
“Saat bapak-bapak di sini, bapak-bapak polisi, tapi saya di luar, saya (beta) punya saudara, beta hanya minta untuk dapat penanguhan. sesulit itukah? mama hanya bangun, tidak bisa tidur. Bapak Kapolri tolong kasih penanguhan kepada kaka saya? kemarin beta punya (pung) kaka nona (Ike Frans Madato) kepala bengkak itu apa? kalau hukum itu panglima? kenapa waktu beta dipukul, selama 30 hari, pelaku tidak pernah ditahan?” ungkap Rudolf diatas mobil komando dengan nada keras.
Rudolf juga mempertanyakan mengapa tidak ada penjelasan yang diberikan dan mengapa permohonan audiensi mereka tidak dikabulkan. Ia mengajak para polisi yang hadir untuk bertanya pada hati nurani mereka, apakah mereka setuju dengan situasi yang terjadi.
“Kami tidak mau berperang, Tuhan, karena polisi yang ada di depan tidak pernah punya pilihan,” lanjutnya. Ia menyadari bahwa para polisi hanya menjalankan perintah dan tidak memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan. Rudolf juga menyinggung peran polisi sebagai “tameng” dalam sistem yang ada, serta mempertanyakan apakah mereka dianggap sebagai pengacau atau melakukan makar.
Pernyataan Rudolf Frans Mandato ini mencerminkan kekecewaan, keprihatinan, dan harapan akan keadilan yang lebih baik dalam penegakan hukum di Rote Ndao.(*)